Sumber : Jurnalis Senior Kanwil Kemenag Jabar | Editor : Syahidin
Tasikmalaya, warpol.id || Bentuk organisasi pemerintah itu layaknya seperti organisasi bisnis, Piramida Terbalik. Kuncup diatas melar dibawah.
Dengan bentuk itu, komando, pengawasan dan perbaikan bisa langsung dilakukan, Tidak terseksat birokrasi, sana sini.
"Melihat bentuk organisasi pemerintahan Prabowo Gibran rasa rasanya kok seperti bentuk sarang burung, kandang manuk. Diatas mekar, lurus ke bawah. Kondisi itu terjadi antara lain kerena jumlah menteri koordinator, bertambah banyak" (dari 4 menjadi 7).
Lalu jumlah menteri juga bertambah banyak. Di hitung hitung, plus wamen dan jabatan non kabinet lebih dari 100 orang. Hampir semua kementrian dipecah.
"Menteri pendidikan menjadi 3 (pendidikan dasar menengah, pendidikan tinggi, menteri riset dan kebudayaan)"
Kementerian Pariwisata menjadi 2, Pariwisata dan ekonomi kreatif
PUPR jadi 2 , PU , PR dan Kawasan Pemukiman
KLH jadi 2 , Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
UMKM jadi 2 Koperasi dan UMKM. dll.
Pokoknya jumlah kementerian bertambah. Dengan begitu terjadi perubahan / pertambahan momen klatur kementerian.
Juga pertambahan jumlah menteri dan wakil menteri. Hampir semua kementerian punya wamen.
"Dari aspek legalitas hukum tidak masalah. UU 39 tahun 2008 yang membatasi jumlah menteri hanya 34 sudah dirubah secara kilat dengan UU 61 tahun 2024 yang tidak membatasi jumlah kementerian."
Terserah kepada presiden mau bikin berapa kementrianpun.
Tapi yang jadi masalah perubahan dan pertambahan itu tentu berkait dengan efisiensi dan efektifitas.
Dari aspek efisien tentu patut disanggah. Perubahan momen klatur itu memerlukan anggaran. Untuk pembuatan kop surat ( baru );saja, satu kementerian diperkirakan akan memerlukan anggaran 1 milieur ( milyar) Kalau ada 49 kementrian, piro ?.
Berkait dengan penambahan jumlah menteri dan wamen, berapa duit ( rakyat) diperlukan untuk membeli mobil dan fasilitas rumah.
Katanya harga mobil Toyota Crown 2,5 HV G EXECUTIVE 2,9 m.
Kalau ada 100 pejabat setingkat menteri sudah 300 m diperlukan.
"Padahal dari aspek efektivitas belum tentu tercapai. Malahan bisa dibilang jauh panggang dari api."
Diibaratkan orang gemuk, jalan saja lamban. Bagaimana bisa mencapai efektivitas ?
Presiden Prabowo terkesan ingin semua pihak berada di dalam. Dalam istilah bahasa sunda " bengkung ngariung, bongkok ngaronyok.
Mangan ora mangan sing penting kumpul.
Sekedar bagi bagi kekuasaan dengan partai politik pendukung, relawan dan tim sukses, kita masih bisa anggukan kepala.
Tapi kalau sampai memberikan kursi menteri kepada bekas lawan, rasanya kelewatan. TERLALU, kata Rhoma Irama.
Urusan pemerintah tak baik disemarutkan dengan urusan pertemanan.
***
Posting Komentar