Sumber : Jurnalis Senior Kemenag Jabar | Editor : Syahidin
Tasikmalaya, warpol.id || Alih alih ingin jabatan (bupati) diteruskan sang istri (Ai Diantani)
Ade Sugianto malah bisa gigit jari lagi.
Status sang istri sebagai calon salam PSU 19 April 2025 bisa disoal orang, Ia (Ai Diantani) bisa digugat lagi ke MK.
Jika yang disoal UU pemilu (No.7 tahun 2017) AD bisa diskualifikasi lagi. MK bisa menggunakan pasal 426 ayat 1 huruf b.
Pasal itu sudah diputus MK dalam putusan MK No 176/PUU-XXII/2024.
"Intinya seorang anggota legislatif (DPR,DPD dan DPRD) boleh mengundurkan diri jika mendapat tugas negara berdasarkan penunjukan (appointed officials) misalnya jadi menteri, duta besar atau jabatan publik lain. Tetapi tidak boleh mengundurkan diri jika sudah dilantik untuk mencalonkan diri dalam pemilu atau pilkada yang dipilih oleh rakyat ( ellected officials).
Kalau menggunakan elemen UU No 10 tahun 2016 yang merupakan implementasi dari Perppu no 1 tahun 2015 tentang Pilkada, maka seorang anggota DPR,DPD dan DPRD harus mengundurkan diri dan sudah mendapat keputusan pemberhentian dari Mendagri."
Nah persoalannya, bagi Ai Diantani bisa nyenggol sana sini.
Dia bisa melanggar putusan MK No 176/PUU-XXII/2024 yang tidak boleh mengundurkan diri ketika sudah dilantik menjadi anggota DPR DPD dan DPRD, kerena dia akan maju dalam ellected officials (Pilkada).
Dia (Ai Diantani) juga riskan, jangan jangan waktu pendaftaran PSU (8 sp 10 Maret 2024) dia belum mendapatkan surat pemberhentian dari Mendagri. Soalnya dia (Ai Diantani) baru menyerahkan surat permohonan mundur kepada DPRD kabupaten Tasikmalaya tanggal 5 Maret.
Segitu cepatkah Kepmendagri diperoleh ?
Jangan jangan mentok sana nggeduk sini.
Yang paling ditakutin banyak orang jangan jangan ada PSU jilid dua.
Lalala bahaya tah.
Bahayanya demokrasi jadi coreng moreng.
Anggaran jadi berlipat lipat. Padahal APBD kabupaten Tasikmalaya cekak sekali. Yang PSU pertama juga ditambahi gubernur Dedi Mulyadi.
Tapi untuk PSU jilid dua, Wallahu alam apakah KDM mau nambahin juga
Yang berikutnya bahaya mengancam partisipasi pemilih.
"Harus diingat PSU pertama akan berlangsung 19 April mendatang.
Ingat waktu itu semua orang sudah balik mudik ke kota dimana mereka urban. Tentu keberatan mereka balik kampung lagi.
Tenaga dan biaya tentu menjadi penghalang. Dalam pilkada 27 Nopember 2024 lalu, partisipasi pemilih hanya 68 persen. Jumlah itu turun dari pilkada 2020 yang masih 75 persen."
Pokoknya kalau sampai Ai Diantani didiskualifikasi lagi, tak hanya dinasti Ade Sugianto yang gagal ,tapi rakyat pemilih juga bosan dong.
Lagian emang sulit pilih pemimpin itu.
Pemimpin itu bukan bola pingpong yang bulat dan bundar.
Mereka itu lonjong seperti telor asin dari Brebes.***
Posting Komentar