Sumber : Jurnalis Senior Kemenag Jabar | Editor : Syahidin
Tasikmalaya, warpol.id || Hari ini (21 Apri ), cucu saya yang masih TK memakai baju kebaya.Cantik sekali dia.
"Sanes ka akina sanes ka nenekna hoyong ka putuna nu cantik kabina bina".
Nyanyian suka dia nyanyikan kalau lagi santai.Gak tahu siapa yang ajarin.
Hari ini tanggal 21 Apri adalah hari Kartini. Pejuang emansipasi (kesetaraan gender) yang lahir di Jepara tanggal 21 Apri 1789 itu menjadi salah seorang pejuang perempuan bumi putera. Beliau telah dianugerahi gelar pahlawan Nasional dengan Keppres no 108 tahun 1962.
RA Kartini berjuang lebih banyak melalui korespondensi. Dia menulis surat surat tentang nasib dan keadaan perempuan Indonesia.
Mereka berada dalam belenggu adat yang mengikat.
"Tidak perlu sekolah, umur 12 tahun harus masuk pingitan dan tak perlu/boleh cari jodoh sendiri. Duduk manis, jodoh dicarikan orang tua. Cocok atau tidak, suka atau tidak suka, masa bodoh. Pokoknya sudah ada lakinya, nikah dan selanjutnya totalitas mengabdi kepada suami".
WS Rendra memuji kepiawaian RAK membuat surat surat itu, bergaya essay.
Hanya Satrawan Asrul Sani yang dapat menandinginya, puji Satrawan angkatan baru itu.
Surat surat itu dikirim kebanyakan kepada sahabat sahabatnya orang Eropa (Belanda). Dua orang yang disebut sebut adalah Stella dan JH Abendanon.
Konon Abendanon menerima dan menyimpan sekitar 150 pucuk surat dari RAK.
Dibantu suaminya Jacques Hendrij Abendanon, Menteri Pendidikan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda (1900-1905) surat surat itu dicetak menjadi buku dengan judul "Door duesternis tot licht" (Habis Gelap Terbitlah Terang).
RA Kartini sendiri sempat mendirikan sekolah buat anak anak perempuan bumi putera di halaman depan pendopo kabupaten Rembang. Itu merupakan pemenuhan syarat dari suaminya bupati Rembang Raden Mas Adipati Ario Singgih Djojo Adiningrat. Konon RA Kartini mengajukan syarat untuk pernikahan dengan bupati yang sudah beristri 3 itu agar dibangunkan sebuah sekolah khusus untuk anak wanita bumi putera.
Tapi sekolah itu tidak berkembang kerena Raden Ajeng Kartini keburu wafat saat melahirkan anak pertama dalam usia 25 tahun lebih 4 hari.
Sesungguhnya dalam literasi yang saya punya, ada pejuang wanita atau wanita pejuang selain dari Raden Adjeng Kartini yang sudah mendapat gelar pahlawan Nasional dengan Keppres 108 tahun 1962, ditambah dengan penetapan hari lahirnya (21 Apri) ditetapkan sebagai hari besar (bukan hari libur).
Ada beberapa nama yang berjuang untuk kemajuan kaum perempuan bumi putera. Cuma beda tempat, waktu dan caranya saja.
"Soal beda tempat bisa masuk dalam ungkapan orang Sunda, ciri sabumi cara sadesa, jawadah tutung biritna sacarana sacarana. Atau peribahasa Melayu Lain padang lain belalang lain lubuk lain ikannya."
Jika beda waktu ingatlah prasa , setiap masa ada orangnya setiap orang ada masanya.
Tak bisa digebyar uyah dsakompet daunkeun. Tapi disesuaikan dengan kondisi tempat dan waktu.
Ini beberapa orang pejuang wanita untuk kesetaraan jender ( emansipasi) dan kemajuan kaum perempuan bumi putera.
Raden Dewi Sartika :
Lahir di Cicalengka Bandung tanggal 4 Desember tahun 1884.
Anak Patih/ wakil bupati Bandung itu sejak kecil sudah peduli pada nasib perempuan (Sunda) yang tidak bisa sekolah dan terikat adat yang kolot dan mengikat.
Pasca ayahnya Patih Raden Rangga Somanagara wafat di pembuangan, Ternate Uwi panggilan akrab keluarga, dengan bantuan bupati Bandung RA Martanegara, ia melaksanakan cita citanya mendirikan sekolah khusus untuk anak anak perempuan bumi putera. Awalnya sekolah Isteri yang dibuka 16 Januari 1904 itu, menggunakan ruang Paseban Barat pendopo kabupaten Bandung.
Setahun kemudian kerena pesertanya membludak pindah ke jalan Ciguriang Kebon Cau.
Ternyata sekola itu yang kemudian berkembang pesat dan menyebar ke beberapa kabupaten di Jawa Barat. Bahkan pernah berdiri pula di Bukit Tinggi Sumatera Barat.
Namanya pada tahun 1910 berubah menjadi Sekolah Kautamaan Istri. Lalu menjadi sekolah Raden Dewi dan Sekolah Dewi Sartika.Raden Dewi Sartika wafat ketika mengungsi di Cineam Tasikmalaya dalam usia 63 tahun.
"Kini makannya ada di makam para bupati Bandung Jl. Karang Anyar tak jauh dari masjid agung Bandung."
Untuk jasa jasanya itu, tahun 1966, Raden Dewi Sartika telah diberikan gelar pahlawan Nasional oleh presiden Soekarno dengan Keppres no.252/TK/1966.
Ruhana Kudus :
Lahir di Koto Gadang kabupaten Agam Sumatera Barat tanggal 20 Desember 1884. Dia hanya 16 hari lebih muda dari Raden Dewi Sartika, atau 5 tahun dibawah RA Kartini. Jadi mereka bisa dibilang lahir dan berjuang dalam satu masa.
Yang pasti mereka bertiga sama sama berjuang mengusir kebodohan dan keterbelengguan dari adat kaum perempuan.
Ruhana Kudus dikala dewasa dan sudah menikah dengan Abdul Kudus seorang notaris, mendirikan sekolah kerajinan (putri) Amal Setia.
Dia aktif juga sebagai wartawan dan merupakan wartawati pertama di Indonesia.
Awalnya dia menulis di koran Poetri Hindia surat kabar perempuan pertama yang terbit di Indonesia.
Ketika Poetri Hindia dibredel pemerintah kolonial, Ruhana menerbitkan koran sendiri di kota Padang. Namanya Soenting Melajoe. Dan itulah koran pertama yang pemimpin redaksi, editor dan wartawanya semua wanita.
"Ruhana Kudus termasuk keluarga pejuang dan aktivis Kakak tirinya Sutan Syahrir Perdana Menteri pertama Indonesia. H Agus Salim kakak sepupu."
Sementara penyair Chairil Anwar memanggil bibi (Mak tuo) kepada Ruhana.
Ayahnya Mohammad Arsyad adalah Hoofd Jaksa Karesidenan Jambi.
Rangkayo Rasuna Said.
Dia termasuk lebih senior dari Kartini, Dewi Sartika dan Ruhana Kudus.
Rangkayo Rasuna Said lahir di Maninjau juga Sumatera Barat tanggal 14 September 1910.
Dia menempuh pendidikan berbasis Islam. Dari Diniyah Puteri di Diniyah School melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi di Soematra Thawalib.
Selain mengajarkan ilmu agama lembaga pendidikan itupun menebarkan semangat kebangsaan , menuju Indonesia merdeka.
"Rasuna Said termasuk orang yang memiliki kemampuan berpidato. Ia orator yang sangat memikat orang banyak. Selain menyuarakan perjuangan emansipasi wanita,ia juga mulai berani menentang ketidak adilan oleh pemerintah kolonial."
Mula mula ia masuk organisasi Sarekat Rakyat dan partai Persatuan Muslimin Indonesia (Permi).
Keberaniannya menentang ketidak adilan pengusaha menyebabkan dia ditangkap dan masuk penjara.
Tapi didalam penjara dia tetap berani menyuarakan perjuangan emansipasi wanita agar berjuang bersama kaum pria menuju kemerdekaan.
Di jaman RIS ia duduk sebagai anggota DPR RIS dan kemudian DPRS.
Ia juga mendapat gelar pahlawan Nasional tahun 1974 bersama dengan Ruhana Kudus ,Nyai Ahmad Dahlan dan Maria Walandau Maramis.
Dari wilayah timur dikenal pejuang wanita antara lain Martha Christina Tiahahu dan Maria Walandau Maramis.
Mereka dan beberapa orang lainnya berjuang untuk kesetaraan gender dan pendidikan bagi kaum perempuan.
Di Banten ada Nyi Ageng Serang.
Nama aslinya Raden Ageng Kustiyah Wulan Ningsih Retno Edi.
Ia ikut angkat senjata melawan tentara Belanda karena merasa perjanjian Giyanti sangat memberatkan rakyat Banten.
Dia tertangkap dan dibawa ke Yogyakarta.
Ketika berhasil melarikan diri, ia bergabung dengan Pangeran Diponegoro yang juga sedang perang melawan Belanda.
Nyi Ageng Serang wafat disana kerena sakit.
Laksamana Malahayati:
Lalu masih ada pelaku emansipasi yang sudah lebih dulu ada sebelum yang saya disebutkan diatas.
Dia adalah Malahayati.
"Lahir tanggal 1 Januari 1550 di Aceh Besar kesultanan Aceh. Malahayati atau disebut juga Keumala Hayati , sejak kecil berada dilingkungan militer (angkatan Laut). Ayahnya Laksamana Mahmud Syah dan kakeknya Laksamana Sai Syah pernah menjabat Panglima Angkatan Laut Kerajaan Aceh Darussalam.Sedang kakek buyutnya Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah adalah pendiri kerajaan/kesultanan Aceh."
Kakeknya, ayahnya dan Malahayati sendiri sekolah di Akademi Militer kerajaan Aceh yang bernama Ma'had Baitul Maqdis.
Malahayati dikenal sebagai tentara perempuan yang gagah berani.
Ia pernah mengalahkan dan membunuh komandan perang Portugis Cornelis de Houtman dalam duel senjata satu lawan satu di geladak kapal perang Portugis. Kerena keberanian dan keberhasilannya itu , oleh pasukannya ia dinobatkan sebagai Laksamana.
Dan ternyata dia memang diangkat menjadi panglima angkatan laut menggantikan ayahnya dengan pangkat Laksamana.
Suaminya Laksamana Tuanku Machmudin bin Latif komandan pasukan pengawal sultan gugur dalam perang melawan Portugis di Selat Haru tahun 1586.
Setelah suaminya wafat, Malahayati memimpin Inong Balee yaitu pasukan 2000 janda janda yang suaminya gugur dalam pertempuran.
Laksamana Malahayati wafat tahun 1615. Dia baru mendapatkan gelar pahlawan Nasional tanggal 9 Nopember 2017 melalui Keppres nomor 115/TK/2017 yang ditanda tangani oleh presiden Joko Widodo.
Sebenarnya masih ada pejuang perempuan lain yang setera dengan RA Kartini. Berjuang untuk kemajuan kaum perempuan bumi putera.
Tapi nama nama diatas rasanya cukup untuk merepresentasikan Kartini Kartini lain yang berjuang sesuai dengan waktu dan tempat masing-masing, berjuang untuk kemajuan kaum perempuan bumi putera Ciri sabumi cara sadesa jawadah tutung biritna sacarana. Setiap masa ada orangnya setiap orang ada masanya.
Selamat hari Kartini.
Jayalah wanita Indonesia, May Indonesian Women live well.***
Posting Komentar