Sumber : Jurnalis Senior Kemenag Jabar | Editor : Syahidin
Tasikmalaya, warpol.id || Saling gugat, itulah yang terjadi.
Lu jual gua beli.
Sepertinya dendam sudah berkarat.
Pasca PSU (Pemungutan Suara Ulang) di kabupaten Tasikmalaya, katanya pasangan no urut 3 (Ai Diantani-Iip Miftahul Faoz) menggugat pasangan norut 2 Cecep Nurul Yaqin ke- Asep Sofari Al Ayubi ke Mahkamah Konstitusi.
Menurut jubir tim sukses 03 Aep Saepudin, PSU 19 April lalu , telah terjadi kecurangan,salah satunya jual beli suara.
Semua bukti bukti telah dikumpulkan dan akan segera dibawa ke MK oleh tim hukum, tegas Aep. Itu artinya telah terjadi gugat berbalas gugat.
Ibarat pantun berbalas pantun.
Diamati dari perolehan suara lewat hitung cepat (quick count) memang rada rada aneh. Boleh dibilang penomenal.
Dalam pilkada 27 Nopember 2024, pasangan 03 (Ade-iip,) memperoleh 52 koma %) dan norut 02 (Cecep-Asep) 28 koma %.
Kemaren dalam PSU perolehan suara seolah dibalik. 02 mendapat 53 koma sedang 03 cuma 28%.
Aneh suraneh. Tapi mustahil sulap dan sihir mah, piraku.
Tapi itu kenyataan walau KPU sendiri baru akan menetapkan hasilnya secara real count Kamis 25 April.Tapi kira kira tidak akan jauh bedanya.
Dari KPU kabupaten Tasikmalaya diperoleh data , partisipasi publik mencapai 63,48%.
"Hitungannya dari jumlah hak pilih 1.418.928 yang datang ke TPS 900.239 orang. Salah satu penyebab rendahnya partisipasi publik dalam PSU itu antara lain disebabkan banyaknya para pemegang hak pilih sudah pulang mudik dan tidak pulang kampung lagi hanya untuk mencoblos."
Terjadinya politik saling gugat atau berbalas pantun itu tentu saja membuat prihatin. Terutama warga kabupaten Tasikmalaya.
Jika sampai terjadi PSU jilid dua, pertama potensi makin berkurangnya angka partisipasi publik tidak dapat dihindari. Dan kondisi itu akan menurunkan nilai demokrasi serta legitimasi pejabat yang terpilih tentu menjadi rendah pula.Yang kedua tentu sangat memberatkan anggaran. Di kabupaten Tasikmalaya itu biaya pilkada mencapai Rp. 140 milyar.
Yang terakhir tentu PSU sampai berjilid jilid menumpahkan tenaga,pikiran dan keringat yang sia sia.
"Memang tak salah pendapat yang menginginkan sistim demokrasi kita dikaji ulang.Antara lain tak perlu pemilu langsung untuk daerah terutama provinsi. Gubenur itu cukup ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai kepanjangan tangan dan bersifat koordinatif terhadap bupati dan walikota."
"Jangan sampai lutut kita habis di TPS", kata Whisnu Wardhana SH MH.***
Posting Komentar